DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF ADANYA MEA
Dampak positifnya dengan adanya MEA, tentu
akan memacu pertumbuhan investasi baik dari luar maupun dalam negeri sehingga
akan membuka lapangan pekerjaan baru. Selain itu, penduduk Indonesia akan dapat
mencari pekerjaan di negara ASEAN lainnya dengan aturan yang relatif akan lebih
mudah dengan adanya MEA ini karena dengan terlambatnya perekonomian nasional
saat ini dan didasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah
pengangguran per februari 2014 dibandingkan Februari 2013 hanya berkurang
50.000 orang. Padahal bila melihat jumlah pengguran tiga tahun terakhir, per
Februari 2013 pengangguran berkurang 440.000 orang, sementara pada Februari
2012 berkurang 510.000 orang, dan per Februari 2011 berkurang sebanyak 410.000
orang (Koran Sindo, Selasa, 6 Mei 2014). Dengan demikian, hadirnya MEA
diharapkan akan mengurangi pengangguran karena akan membuka lapangan kerja baru
dan menyerap angkatan kerja yang ada saat ini untuk masuk ke dalam pasar kerja.
Adapun dampak negatif dari MEA, yaitu dengan
adanya pasar barang dan jasa secara bebas tersebut akan mengakibatkan tenaga
kerja asing dengan mudah masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan
persaingan tenaga kerja yang semakin ketat di bidang ketenagakerjaan. Saat MEA
berlaku, di bidang ketenagakerjaan ada 8 (delapan) profesi yang telah
disepakati untuk dibuka, yaitu insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei,
tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan (Media Indonesia,
Kamis, 27 Maret 2014). Hal inilah yang akan menjadi ujian baru bagi masalah
dunia ketenagakerjaan di Indonesia karena setiap negara pasti telah bersiap
diri di bidang ketanagakerjaannya dalam menghadapi MEA. . Rencana revisi
Undang-Undang tersebut sebenarnya pernah terjadi tahun 2006, dan saat itu
pemerintah menarik kembali usulan revisi karena ada tarik-menarik kepentingan
yang cukup kuat antara kepentingan buruh dan pengusaha. Hal Ini pulalah yang
mengakibatkan rencana perubahan atau penggantian Undang-Undang tentang
Ketenagakerjaan tersebut menjadi sulit karena kepentingan antara pekerja dan
pengusaha sulit mencapai titik yang ideal.
Berdasarkan teori Radbruch, suatu peraturan
atau hukum baru dapat dikatakan baik apabila memenuhi tiga syarat, yaitu secara
filosofis dapat menciptakan keadilan, secara sosiologis bermanfaat, dan secara
yuridis dapat menciptakan kepastian (Satjipto Rahardjo, 1980). Dibuatnya
peraturan di bidang ketenagakerjaan memang bertujuan untuk mencapai kedamaian
dan memenuhi ketiga syarat tersebut. Pemerintah seharusnya hadir untuk
melindungi dengan memberikan perlindungan khususnya kepada pekerja Indonesia
dan bukan menjadi takluk bagi kepentingan para pemilik modal. Untuk menghadapi
MEA, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan diharapkan segera disempurnakan
untuk memenuhi ketiga syarat tersebut karena pekerja Indonesia adalah salah
satu komponen yang berpengaruh terhadap bidang ekonomi, politik, dan sosial di
negara ini.
Sumber Daya Manusia (SDM) pekerja Indonesia. Kompetisi
SDM antarnegara ASEAN merupakan hal yang pasti terjadi saat terbukanya gerbang MEA
nanti. Bila pekerja Indonesia tidak siap menghadapi persaingan terbuka ini, MEA
akan menjadi momok bagi pekerja Indonesia karena akan kalah bersaing dengan
pekerja dari negara ASEAN lainnya. Bagaimana kesiapan SDM Indonesia menyambut
MEA 2015 nanti? Berdasar data BPS, jumlah angkatan kerja Indonesia perFebruari
2014 telah mencapai 125,3 juta orang atau bertambah 1,7 juta dibanding Februari
2013. Namun, jumlah angkatan kerja masih didominasi oleh lulusan SD kebawah
yakni 55,31 juta, disusul lulusan sekolah menengah pertama 21, 06 juta, sekolah
menengah atas 18,91 juta, sekolah menengah kejuruan 10,91 juta,
Masyarakat
Ekonomi Asean adalah integrasi kawasan ASEAN dalam bidang perekonomian.
Pembentukan MEA dilandaskan pada empat pilar. Pertama, menjadikan ASEAN sebagai
pasar tunggal dan pusat produksi. Kedua, menjadi kawasan ekonomi yang
kompetitif. Ketiga, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang seimbang, dan pilar
terakhir adalah integrasi ke ekonomi global.Penyatuan ini ditujukan untuk
meningkatkan daya saing kawasan, mendorong pertumbuhan ekonomi, menekan angka
kemiskinan dan untuk meningkatkan standar hidup masyarakat ASEAN. Integrasi ini
diharapkan akan membangun perekonomian ASEAN serta mengarahkan ASEAN sebagai
tulang punggung perekonomian Asia. Dengan dimulainya MEA maka setiap negara
anggota ASEAN harus meleburkan batas teritori dalam sebuah pasar bebas. MEA
akan menyatukan pasar setiap negara dalam kawasan menjadi pasar tunggal.
Sebagai pasar tunggal, arus barang dan jasa yang bebas merupakan sebuah kemestian.
Selain itu negara dalam kawasan juga diharuskan membebaskan arus investasi,
modal dan tenaga terampil. MEA memang sebuah kesepakatan yang mempunyai
tujuan yang luar biasa namun beberapa pihak juga mengkhawatirkan kesepakatan
ini. Arus bebas barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja tersebut tak
pelak menghadirkan kekhawatiran tersendiri bagi beberapa pihak. Dalam hal ini
pasar potensial domestik dan lapangan pekerjaan menjadi taruhan. Sekedar bahan
renungan, indek daya saing global Indonesia tahun 2013-2014 (rangking 38)
yang jauh di bawah Singapura (2), Malaysia (24), Brunai Darussalam (26) dan
satu peringkat di bawah Thailand (37). Di sisi lain coba kita lihat populasi
Indonesia yang hampir mencapai 40% populasi ASEAN. Sebuah pasar yang besar tapi
tak didukung daya saing yang maksimal. Jangan sampai Indonesia mengulang dampak
perdagangan bebas ASEAN China. Berharap peningkatan perekonomian malah
kebanjiran produk China.
Peluang
dan tantangan Indonesia dalam kegiatan Masyarakat Ekonomi ASEAN
1.
Pada Sisi Perdagangan
Menurut Santoso pada tahun
2008 Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena
hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal
tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan
meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia
berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjual-belikan, contohnya
untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik.
2.
Pada Sisi Investasi
kondisi ini dapat
menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment
(FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan
teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human
capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia.
3.
Aspek Ketenagakerjaan
Terdapat kesempatan yang
sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan
kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu,
akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi
lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga
menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja
terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Riset terbaru dari Organisasi
Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan pasar tenaga kerja mendatangkan
manfaat yang besar. Selain dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema
ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia
Tenggara. Pada 2015 mendatang, ILO merinci bahwa permintaan tenaga kerja
profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta. Sementara permintaan akan
tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja
level rendah meningkat 24% atau 12 juta. Namun laporan ini memprediksi bahwa
banyak perusahaan yang akan menemukan pegawainya kurang terampil atau bahkan
salah penempatan kerja karena kurangnya pelatihan dan pendidikan profesi. Peluang
dan tantangan Indonesia dalam Mayarakat Ekonomi ASEAN sangatlah besar.
Indonesia dapat memperoleh beberapa keuntungan diantaranya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Namun hal itu juga harus diikuti oleh perbaikan kualitas
sumber daya manusia, dan pemanfaatan sumber daya alam semaksimal mungkin. Resiko
yang dihadapi Indonesia saat MEA
1. competition
risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan mengalir dalam
jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing
dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada
akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi Negara Indonesia
sendiri.
2. exploitation
risk dengan skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh
perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah
sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak tertutup
kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat merusak
ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia
belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya
alam yang terkandung.
3.
risiko ketenagakarejaan dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas
Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia,
Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri
membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN. Saat
MEA berlaku, di bidang ketenagakerjaan ada 8 (delapan) profesi yang telah
disepakati untuk dibuka, yaitu insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei,
tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan Hal inilah yang
akan menjadi ujian baru bagi masalah dunia ketenagakerjaan di Indonesia karena
setiap negara pasti telah bersiap diri di bidang ketanagakerjaannya dalam
menghadapi MEA. Bagaimana dengan Indonesia? Dalam
rangka ketahanan nasional dengan tetap melihat peluang dan menghadapi tantangan
bangsa Indonesia di era MEA nantinya, khususnya terhadap kesiapan tenaga kerja
Indonesia sangat diperlukan langkah-langkah konkrit agar bisa bersaing
menghadapi tenaga kerja asing tersebut.
Namun disisi lain, dengan adanya MEA, tentu akan memacu pertumbuhan investasi
baik dari luar maupun dalam negeri sehingga akan membuka lapangan pekerjaan
baru. Selain itu, penduduk Indonesia
akan dapat mencari pekerjaan di negara
ASEAN lainnya dengan aturan yang relatif akan lebih mudah dengan adanya MEA ini
karena dengan terlambatnya
perekonomian nasional saat ini dan didasarkan pada data Badan Pusat Statistik
(BPS), jumlah pengangguran per februari 2014 dibandingkan Februari 2013 hanya
berkurang 50.000 orang. Padahal bila melihat jumlah pengguran tiga tahun
terakhir, per Februari 2013 pengangguran berkurang 440.000 orang, sementara
pada Februari 2012 berkurang 510.000 orang, dan per Februari 2011 berkurang
sebanyak 410.000 orang (Koran Sindo, Selasa, 6 Mei 2014). Dengan demikian,
hadirnya MEA diharapkan akan mengurangi pengangguran karena akan membuka
lapangan kerja baru dan menyerap angkatan kerja yang ada saat ini untuk masuk
ke dalam pasar kerja. Resiko yang akan muncul dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah
persaingan industri lokal dengan industri asing, pengeksploitasian sumber daya
alam oleh Negara asing, serta persaingan tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja
asing yang lebih berkualitas. Cara menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
Banyak cara sekaligus persiapan untuk menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015. Hal ini juga merupakan tantangan
karena sejatinya pola pikir dan semangat pemerintah serta para pelaku ekonomi
Indonesia masih seperti biasanya.
1. Menurut
ekonom dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Edy Suandi Hamid,
pemerintah dan pelaku ekonomi harus lebih ofensif menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015 dengan memperluas pasar barang, jasa, modal, investasi, dan pasar
tenaga kerja. Adanya MEA harus dipandang sebagai bertambahnya pasar Indonesia
menjadi lebih dari dua kali lipat, yakni dari 250 juta menjadi 600 juta,"
katanya. Dengan pola pikir dan semangat seperti itu, dia berharap Indonesia
dapat memetik manfaat optimal dari MEA. Perekonomian harus didorong lebih cepat
tumbuh, ekspansif, dan berdaya saing, bukan sebaliknya.
2. Menurut
diplomat senior Makarin Wibisono juga mengingatkan bahwa dalam menghadapi MEA
2015, Indonesia perlu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan sektor jasa.
"Liberalisasi pasar jasa akan menguntungkan bagi Indonesia dalam dinamika
MEA," kata Makarim dalam seminar Perhimpunan Persahabatan
Indonesia-Tiongkok di Jakarta, beberapa waktu lalu. Menurut dia, liberalisasi
pasar jasa menguntungkan karena meningkatkan kualitas serta menentukan biaya
kewajaran bagi tenaga kerja sehingga kemudian meningkatkan daya saing di sektor
industri. Pasar jasa yang efisien, menurut Makarim, akan meningkatkan pilihan
konsumen, produktivitas, kompetisi, dan kesempatan untuk pembangunan sektor
jasa baru. "Jika terjadi inefisiensi, dampak negatifnya pada
produktivitas, inovasi, distribusi teknologi, dan menghalangi tercapainya
pertumbuhan optimal," kata Duta Besar Indonesia untuk PBB (2004--2007)
ini.
3. Menurut rektor
Universitas Sebelas Maret (Solo) Ravik Karsidi salah satu persiapan UNS adalah
dengan mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) dengan hard skill dan soft
skill. Dari segi hard skill, UNS mempersiapkan kurikulum agar
mahasiswanya mampu bersaing dengan lulusan perguruan tinggi luar negeri.
Sementara itu, dari segi soft skill, UNS membekali mahasiswanya dengan
persiapan spiritual dan mental melalui pelatihan spiritual quotient (SQ).
Program ini ditindaklanjuti dengan pelatihan soft skill di tingkat
fakultas. Di antara pelatihan itu adalah tentang kepemimpinan, komunikasi dan
kemampuan bahasa.
untuk
mengatasi tantangan serta resiko yang mungkin akan muncul dalam Masyarakat
Ekonomi ASEAN dapat dilakukan dengan membekali diri dengan ilmu pengetahuan,
menanamkan rasa cinta terhadap produk dalam negeri,serta mempertajam soft skill
dan hard skill masyarakat
Kesiapan :
Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, menyatakan, Indonesia sudah siap bersaing menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) 2015.
Bayu mengatakan, industri di Indonesia sudah 83 persen dalam suasana AEC, khususnya pada sektor peralatan listrik dan elektronik. Ia menyebutkan, Indonesia harus memanfaatkan potensi pasar di ASEAN yang begitu besar, yakni meliputi 10 negara dengan lebih dari 500 juta penduduk. Mengenai persiapan di dalam negeri, Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Imam Pambagyo pernah mengatakan antara lain memperkuat daya saing, mengamankan pasar domestik, dan mendorong ekspor. Di tingkat nasional, kata Imam, upaya-upaya untuk mempersiapkan Indonesia memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN, dikoordinasikan di bawah Kantor Menko Perekonomian yang juga mewakili Indonesia di ASEAN Economic Community Council dan membawahi semua kementerian sektor di bidang ekonomi. Menurut Imam, kontribusi ASEAN sebagai pasar tujuan ekspor Indonesia mempunyai peran yang cukup besar terhadap ekspor non migas Indonesia, yaitu tahun 2012 berkontribusi sebesar 20,4 persen terhadap total ekspor non migas Indonesia (31,21 miliar dolar AS), meningkat 19,88 persen dari tahun sebelumnya. "ASEAN merupakan sumber investasi yang penting bagi Indonesia," kata Imam. Pemerintah tentu harus pula membantu dan mempersiapkan agar masyarakat Indonesia siap dalam menghadapi MEA. Untuk itu Kementerian Perdagangan saat ini mempersiapkan produksi, daya saing dan ekonomi yang merata di seluruh kawasan menyongsong MEA. "Kementerian telah menyiapkan kebijakan penting terkait pasar tunggal ASEAN," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan saat menjadi pembicara dalam bincang-bincang menyongsong ASEAN Economic Community 2015. Kebijakan yang dipersiapkan seperti terkait pasar tunggal dan basis produksi terutama untuk produksi kategori ekspor. Gita juga menekankan pentingnya masyarakat Indonesia dalam menyiapkan daya saing secara bersama-sama agar peluang MEA dapat dioptimalkan. "MEA harus dapat menjadi peluang Indonesia untuk memanfaatkan pasar ASEAN sekaligus sebagai basis produksi dan investasi," katanya. Peluang itu terbuka luas bagi pengembangan industri di Indonesia apalagi Indonesia merupakan negara produsen komoditi potensial dunia. Gita mengatakan setiap pemangku kepentingan harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik serta siap menghadapi tantangan yang muncul apabila Indonesia ingin berhasil dalam memandaatkan peluang yang ada. "Seluruh pemangku kepentingan di tingkat elit politik, pemerintah, dunia usaha serta kalangan pendidikan harus bersatu padu menyebarkan informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat menghadapi MEA 2015," kata dia. Pada 18-21 Agustus ini dilakukan Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN di Brunei Darussalam yang juga akan dihadiri oleh Gita Wirjawan. Salah satu agendanya tentu saja membahas MEA, termasuk sampai dimana persiapan di masing-masing negara anggota. "Progres atas implementasi cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN akan menjadi salah satu agenda penting yang dibahas pada pertemuan para Menteri Ekonomi ASEAN ini dalam rangka mewujudkan MEA 2105," kata Gita. MEA sudah di depan mata, maka persiapan yang matang merupakan suatu keharusan.
Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, menyatakan, Indonesia sudah siap bersaing menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) 2015.
Bayu mengatakan, industri di Indonesia sudah 83 persen dalam suasana AEC, khususnya pada sektor peralatan listrik dan elektronik. Ia menyebutkan, Indonesia harus memanfaatkan potensi pasar di ASEAN yang begitu besar, yakni meliputi 10 negara dengan lebih dari 500 juta penduduk. Mengenai persiapan di dalam negeri, Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Imam Pambagyo pernah mengatakan antara lain memperkuat daya saing, mengamankan pasar domestik, dan mendorong ekspor. Di tingkat nasional, kata Imam, upaya-upaya untuk mempersiapkan Indonesia memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN, dikoordinasikan di bawah Kantor Menko Perekonomian yang juga mewakili Indonesia di ASEAN Economic Community Council dan membawahi semua kementerian sektor di bidang ekonomi. Menurut Imam, kontribusi ASEAN sebagai pasar tujuan ekspor Indonesia mempunyai peran yang cukup besar terhadap ekspor non migas Indonesia, yaitu tahun 2012 berkontribusi sebesar 20,4 persen terhadap total ekspor non migas Indonesia (31,21 miliar dolar AS), meningkat 19,88 persen dari tahun sebelumnya. "ASEAN merupakan sumber investasi yang penting bagi Indonesia," kata Imam. Pemerintah tentu harus pula membantu dan mempersiapkan agar masyarakat Indonesia siap dalam menghadapi MEA. Untuk itu Kementerian Perdagangan saat ini mempersiapkan produksi, daya saing dan ekonomi yang merata di seluruh kawasan menyongsong MEA. "Kementerian telah menyiapkan kebijakan penting terkait pasar tunggal ASEAN," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan saat menjadi pembicara dalam bincang-bincang menyongsong ASEAN Economic Community 2015. Kebijakan yang dipersiapkan seperti terkait pasar tunggal dan basis produksi terutama untuk produksi kategori ekspor. Gita juga menekankan pentingnya masyarakat Indonesia dalam menyiapkan daya saing secara bersama-sama agar peluang MEA dapat dioptimalkan. "MEA harus dapat menjadi peluang Indonesia untuk memanfaatkan pasar ASEAN sekaligus sebagai basis produksi dan investasi," katanya. Peluang itu terbuka luas bagi pengembangan industri di Indonesia apalagi Indonesia merupakan negara produsen komoditi potensial dunia. Gita mengatakan setiap pemangku kepentingan harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik serta siap menghadapi tantangan yang muncul apabila Indonesia ingin berhasil dalam memandaatkan peluang yang ada. "Seluruh pemangku kepentingan di tingkat elit politik, pemerintah, dunia usaha serta kalangan pendidikan harus bersatu padu menyebarkan informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat menghadapi MEA 2015," kata dia. Pada 18-21 Agustus ini dilakukan Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN di Brunei Darussalam yang juga akan dihadiri oleh Gita Wirjawan. Salah satu agendanya tentu saja membahas MEA, termasuk sampai dimana persiapan di masing-masing negara anggota. "Progres atas implementasi cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN akan menjadi salah satu agenda penting yang dibahas pada pertemuan para Menteri Ekonomi ASEAN ini dalam rangka mewujudkan MEA 2105," kata Gita. MEA sudah di depan mata, maka persiapan yang matang merupakan suatu keharusan.
(...yang harus kita penuhi budaya-budaya
etos kerja, budaya berpikir `positive thinking`, budaya optimisme yang harus
kita bangun…) Bapa Jokowi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar